Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kebahasaan (Agustus 2008)

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kebahasaan  (2008) 
Halaman ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikisumber.
Baca halaman bantuan ini sebelum mulai merapikan. Setelah dirapikan, Anda dapat menghapus pesan ini.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR...... TAHUN....

TENTANG

KEBAHASAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang:

a. bahwa keberagaman bahasa di Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga perlu dijaga kedinamisan dan kelestariannya, serta keharmonisan hubungan antar penggunanya untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi jiwa Sumpah Pemuda dan Pembukaan UUD 1945;
b. bahwa pengembangan dan pemanfaatan potensi keanekaragaman bahasa perlu dimaksimalkan untuk mempertinggi daya serap dan daya ungkap bangsa terhadap nilai luhur budaya bangsa, ilmu pengetahuan. teknologi, dan seni dalam upaya membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang Kebahasaan.

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 32 ayat (2), Pasal 36, Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG KEBAHASAAN

BAB I[sunting]

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang yang dimaksud dengan:
1. Kebahasaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan bahasa yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Bahasa negara adalah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai sarana komunikasi dalam penyelenggaraan negara, interaksi sosial, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
3. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi intradaerah dan atau intrakelompok masyarakat di samping bahasa Indonesia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Bahasa asing adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
5. Media massa adalah sarana informasi dan komunikasi untuk umum dalam bentuk cetak, elektronik, atau bentuk lain.
6. Masyarakat adalah warga negara Indonesia, baik orang perseorangan maupun kelompok orang, serta badan hukum yang menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan/atau bahasa asing.
7. Forum resmi adalah sidang atau pertemuan formal yang melibatkan khalayak untuk bertukar pikiran.
8. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
9. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota.
Pasal 2
(1) Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
(2) Bahasa-bahasa di Indonesia, selain bahasa Indonesia dan bahasa asing, berkedudukan sebagai bahasa daerah.
(3) Bahasa-bahasa di Indonesia, selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah, berkedudukan sebagai bahasa asing.
Pasal 3
(1) Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, jati diri bangsa, sarana pemersatu berbagai kelompok etnik, dan sarana komunikasi antardaerah dan antar budaya daerah.
(2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan dan pemerintahan, lembaga pendidikan, pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, dan bahasa resmi media massa.
(3) Bahasa Indonesia dapat berfungsi sebagai sarana pengungkapan sastra Indonesia serta pemerkaya bahasa dan sastra daerah.

Pasal 4
(1) Bahasa daerah berfungsi sebagai jati diri daerah, kebanggaan daerah, dan sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan budaya daerah.
(2) Bahasa daerah dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat daerah serta bahasa media massa lokal, sarana pendukung bahasa Indonesia, dan sumber pengembangan bahasa Indonesia.

Pasal 5
Bahasa asing dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi antarbangsa, sarana penguasaan teknologi dan seni, sarana pendukung bahasa Indonesia, dan sumber pengembangan bahasa Indonesia.

BAB II[sunting]

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 6
Masyarakat berhak:
a. memperoleh layanan publik dalam bahasa Indonesia dari instansi pemerintah dan/atau nonpemerintah;
b. memilih bahasa sesuai dengan kedudukan dan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5; dan
c. memberikan masukan kepada Pemerintah dan atau pemerintah daerah dalam upaya menentukan kebijakan tentang bahasa.

Pasal 7 (1) Masyarakat berkewajiban:
a. menggunakan bahasa-bahasa di Indonesia sesuai dengan kedudukan dan fungsi bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5; dan
b. memberikan dukungan untuk pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa sikap positif dan sumber daya.

Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pasal 8
(1) Pemerintah berhak mengatur penggunaan bahasa-bahasa di Indonesia sesuai dengan kedudukan dan fungsi bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
(2) Pemerintah daerah. sesuai dengan kewenangannya, berhak mengatur penggunaan. pengembangan, dan pembinaan bahasa daerah di wilayahnya, sesuai dengan kedudukan dan fungsi bahasa daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4.

Pasal 9
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan bahasa Indonesia; dan
b. membina masyarakat agar mampu dan bangga berbahasa Indonesia.
(2) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban:
a. memberi dukungan kepada Pemerintah dalam pengembangan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
b. membina masyarakat di wilayahnya agar mampu dan bangga berbahasa Indonesia; dan
c. melestarikan bahasa daerah di wilayahnya.

Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban: a. memajukan pengajaran bahasa Indonesia dalam upaya meningkatkan kemampuan daya ungkap dan memperkukuh jati diri bangsa;
b. mengembangkan dan membina bahasa daerah;
c. memelihara bahasa daerah yang hampir punah sebagai kekayaan budaya nasional dan sumber pengembangan bahasa Indonesia;
d. memajukan pengajaran bahasa daerah dalam upaya melestarikan nilai-nilai budaya bangsa;
e. memajukan pengajaran bahasa asing dalam upaya meningkatkan penguasaan Ilmu pengetahuan, teknologi,dan seni serta meningkatkan daya saing bangsa.

BAB III[sunting]

PENGGUNAAN BAHASA

Pasal 11
Bahasa Indonesia digunakan dalam dokumen resmi, pidato kenegaraan, forum resmi, komunikasi resmi, penulisan dan publikasi karya ilmiah, proses pendidikan, media massa, serta dalam penamaan bangunan, kompleks, jalan, lembaga, merek dagang, dan tempat layanan umum. Pasal 12 Dokumen resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh lembaga Pemerintah dan tembaga berbadan hukum Indonesia. Pasal 13 (1) Pidato kenegaraan oleh Presiden dan Wakil Presiden yang disampaikan di dalam negeri atau di luar negeri wajib menggunakan bahasa Indonesia. (2) Pidato pejabat pemerintah yang disampaikan di dalam negeri wajib menggunakan bahasa Indonesia. (3) Pidato sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) yang disampaikan dalam forum internasional wajib disertai dengan terjemahan dalam bahasa asing.

Pasal 14 (1) Forum resmi yang bersifat nasional di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia. (2) Forum resmi yang bersifat kedaerahan di Indonesia dapat menggunakan bahasa daerah. (3) Forum resmi yang bersifat internasional di Indonesia dapat menggunakan bahasa asing. (4) Forum resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak termasuk kegiatan ibadah keagamaan, adat-istiadat, dan/atau kesenian yang ada di Indonesia. Pasal 15 (1) Komunikasi resmi di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah wajib menggunakan bahasa Indonesia. (2) Komunikasi resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan lembaga internasional, lembaga pemerintahan asing, dan tamu dari negara lain dapat menggunakan bahasa asing. Pasal 16 (1) Penulisan dan publikasi karya ilmiah di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia. (2) Penulisan dan publikasi karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan dan kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah dan/atau bahasa asing. (3) Publikasi karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan penyebarluasan ke luar Indonesia dapat menggunakan bahasa asing. (4) Publikasi karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (5) Publikasi karya ilmiah yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak boleh diumumkan. Pasal 17 (1) Setiap tulisan yang ditampilkan dan/atau suara yang diperdengarkan di tempat umum untuk keperluan informasi dan/atau layanan umum wajib menggunakan bahasa Indonesia. (2) Tulisan dan/atau suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai terjemahannya dalam bahasa daerah dan/atau bahasa asing dengan tetap mengutamakan bahasa Indonesia. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam kegiatan keagamaan, adat istiadat, dan/atau kesenian. Pasal 18 (1) Proses pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. (2) Proses pendidikan pada tahap awal pendidikan dasar dapat menggunakan bahasa daerah, untuk menyampaikan pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. (3) Proses pendidikan dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing sebagai bahasa pengantar untuk pelajaran bahasa daerah atau bahasa asing. (4) Proses pendidikan dapat menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. Pasal 19 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa utama media massa. (2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa utama media massa dalam segmen kedaerahan dan/atau untuk keperluan tertentu. (3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa utama media massa dalam segmen internasional dan/atau untuk keperluan tertentu. (4) Film, sinema elektronik, dan produk multimedia lain yang disiarkan menggunakan bahasa asing wajib diberi teks bahasa Indonesia atau disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia. Pasal 20 (1) Penamaan bangunan, kompleks, jalan, lembaga, merek dagang, dan tempat pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal wajib menggunakan bahasa Indonesia. (2) Informasi yang berfungsi menjelaskan nama dan merek dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan bahasa Indonesia. (3) Informasi tentang produk dalam negeri wajib menggunakan bahasa Indonesia. (4) Informasi tentang produk luar negeri yang dipasarkan di Indonesia wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (5) Informasi layanan umum dan/atau layanan niaga yang berupa rambu, penunjuk jalan, spanduk, papan iklan, brosur, katalog, dan sejenisnya wajib menggunakan bahasa Indonesia. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk nama perusahaan asing termasuk produknya, lembaga asing, tempat ibadah, satuan pendidikan dan organisasi keagamaan, tempat bersejarah, serta tempat atau bangunan yang berciri kedaerahan. (7) Tempat atau bangunan yang berciri kedaerahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) selain menggunakan bahasa Indonesia dapat menggunakan bahasa daerah. (8) Penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat disertai nama dan informasi dalam bahasa daerah dan/atau bahasa asing. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 sampai dengan Pasal 20 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IV PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELESTARIAN Bagian Kesatu Pengembangan Bahasa Pasal 22

(1) Pengembangan bahasa Indonesia dilakukan untuk memantapkan dan meningkatkan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Pengembangan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. penelitian berbagai aspek kebahasaan; b. pengembangan bahasa sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; dan c. pemantapan dan pembakuan kaidah bahasa. Pasal 23 (1) Pengembangan bahasa daerah dilakukan untuk memantapkan dan meningkatkan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (2) Pengembangan bahasa daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. penelitian berbagai aspek kebahasaan; b. pengembangan bahasa sesuai dengan tuntutan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; serta c. pemantapan dan pembakuan kaidah bahasa. Bagian kedua Pembinaan Pasal 24 (1) Pembinaan terhadap masyarakat pengguna bahasa harus dilakukan untuk: a. Meningkatkan sikap positif agar masyarakat memiliki kesetiaan. kebanggaan, dan kesadaran akan adanya norma berbahasa. b. meningkatkan kedisiplinan dan keteladanan dalam penggunaan bahasa. c. meningkatkan mutu penggunaan bahasa, dan d. meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penggunaan bahasa. (2) Peningkatan mutu dan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan bahasa. (3) Lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah wajib meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia bagi pegawai yang belum mampu berbahasa Indonesia sesuai dengan standar kemahiran berbahasa Indonesia. Pasal 25 (1) Bahasa Indonesia wajib diajarkan pada pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, serta program pendidikan kesetaraan pada pendidikan non formal. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan akses mempelajari bahasa Indonesia bagi setiap warga negara Indonesia yang belum pernah memperoleh kesempatan mempelajarinya atau belum pernah menjadi penutur bahasa Indonesia.

Pasal 26 (1) Kemampuan berbahasa Indonesia mengacu pada standar kemahiran berbahasa Indonesia. (2) Standar kemahiran berbahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh lembaga pemerintah yang membidangi kebahasaan di Indonesia. (3) Standar kemahiran berbahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) meliputi standar kemahiran berbahasa Indonesia bagi para pejabat publik, pejabat negara, serta warga negara asing, baik yang akan bekerja dan/atau mengikuti pendidikan di Indonesia maupun yang akan menjadi warga negara Indonesia. (4) Tingkat kemahiran berbahasa Indonesia para pejabat negara, pejabat publik, serta warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan dalam sertifikat kemahiran berbahasa Indonesia. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar, sarana pengukur, dan sertifikat kemahiran berbahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat(3),ayat (2),ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 27 (1) Pembinaan bahasa daerah dilakukan melalui: a. pengajaran bahasa daerah di wilayah masing-masing daerah pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah; b. pengajaran bahasa daerah di wilayah masing-masing daerah pada pendidikan nonformal program kesetaraan; c. penggunaan bahasa daerah di ranah keluarga; dan d. revitalisasi ranah penggunaan bahasa daerah di masyarakat. (2) Pengajaran bahasa daerah di wilayah masing-masing daerah meliputi: a. bahasa asli daerah yang bersangkutan; b. bahasa daerah dan daerah lain yang penuturnya lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk di wilayah tersebut. (3) Dalam hal bahasa daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih dan satu bahasa, peserta didik berkewajiban mempelajari) sekurang-kurangnya satu bahasa daerah. (4) Pemerintah daerah memfasilitasi pemakaian bahasa daerah di wilayah masing-masing daerah,antara lain melalui: a. penerbitan buku-buku berbahasa daerah; b. penyelenggaraan pekan seni dan budaya daerah; c. pembentukan dan/atau pemberdayaan lembaga adat daerah; dan d. penyelenggaraan pertemuan dalam rangka pelestarian bahasa daerah. Pasal 28 (1) Pembinaan bahasa asing dilakukan melalui pengajaran bahasa asing di jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pembinaan bahasa asing, antara lain, melalui: a. peningkatan mutu pengajaran bahasa asing, dan b. pengadaan bahan ajar. Bagian ketiga Pelestarian Pasal 29 (1) Pelestarian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c dilakukan terhadap bahasa daerah yang hampir punah. (2) Pelestarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui antara lain: a. perlindungan terhadap penuturnya yang masih tersisa; b. penulisan kajian ilmiah kebahasaan; c. penggalian atas potensi bahasa berdasarkan asas manfaat; dan/atau d. pendokumentasian. BAB V PENGAWASAN Pasal 30 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap penggunaan bahasa-bahasa di Indonesia dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. (2) Pengawasan terhadap penggunaan bahasa-bahasa di Indonesia oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. (3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berkoordinasi dengan instansi pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kebahasaan. (4) Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui asosiasi di bidang kebahasaan di Indonesia. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan prosedur pengawasan penggunaan bahasa di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI SANKSI Pasal 31 (1) Masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Pasal 15 ayat 116 dan Pasal 18 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud Dada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis, b. penundaan atau penghentian layanan publik,dan/atau c. pencabutan izin. (3) Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional, menteri gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif terhadap setiap orang, kelompok orang, atau badan yang melakukan pelanggaran. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan setelah berkoordinasi dengan lembaga terkait dan mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah yang membidangi kebahasaan di Indonesia. (5) Tata cara pemberian sanksi administratif dan besaran denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 32 Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (5), dan Pasal 24 ayat (3) diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Pasal 33 Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat (3), ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun, serta denda paling sedikit Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000.- (lima puluh juta rupiah). BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 Nama dan informasi yang berfungsi menjelaskan bangunan/gedung, jalan, kompleks permukiman, kompleks perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga pendidikan, perusahaan Indonesia, dan sejenisnya, serta informasi tentang produk dalam negeri dan luar negeri yang dipasarkan di Indonesia yang belum sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan setiap tulisan yang ditampilkan atau suara yang diperdengarkan di tempat umum yang belum sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama empat tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang harus diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang diundangkan. Pasal 36 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Presiden memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal............. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal........... MENTERI HUKUM DAN HAM, Ttd. ANDI MATTALATA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.... NOMOR..............

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...... TAHUN.... TENTANG KEBAHASAAN I. UMUM Bahasa Indonesia adalah bahasa yang diikrarkannya dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan, dan yang dinyatakan dalam undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36 sebagai bahasa negara, dan yang terus berkembang. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, bahasa Indonesia telah terbukti berhasil mengikat keragaman bangsa Indonesia dalam satu semangat nasionalisme. Hal itu terbukti dan hasil perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, mereka berasal dari berbagai penjuru tanah air, kemudian berkumpul dan menyatakan ikrar yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk mengakui bertanah air satu ialah Tanah air Indonesia, berbangsa satu ialah bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan ialah bahasa Indonesia. Kemudian mereka mengambil manfaat dari ikatan persatuan itu melalui pilar bahasa persatuan, di samping pilar kebangsaan dan tanah air, hingga terwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Selain bahasa Indonesia, di Indonesia juga digunakan bahasa daerah dan bahasa asing. Ketiga bahasa tersebut mempunyai kedudukan dan fungsi yang berbeda, sebagaimana telah dirumuskan dalam Politik Bahasa Nasional. Bahasa-bahasa itu sangat diperlukan untuk membangun kehidupan bangsa yang cerdas, kompetitif, berprestasi, dan tetap berpihak pada akar budaya bangsa sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian, pengembangan, pembinaan, dan perlindungan atau pelestarian terhadap bahasa-bahasa di Indonesia. Akibat adanya kontak bahasa, penggunaan bahasa tertentu seringkali merambah ranah penggunaan bahasa yang lain. Di dalam dokumen resmi, bahkan juga dalam peristiwa kenegaraan, penggunaan bahasa Indonesia sering dicampur dengan penggunaan bahasa asing. Dalam produk perfilman, persinetronan, dan periklanan, bahasa daerah tertentu juga senang masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah lain. Penggunaan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik juga tidak teratur rapi karena banyaknya penggunaan bahasa asing sehingga bagian-bagian tertentu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini lebih tampak seperti di negeri asing. Sejauh yang menyangkut bahasa Indonesia, garis kebijakan itu haruslah didasarkan pada semangat dan jiwa yang dipancarkan oleh dua peristiwa besar yang secara politis telah amat berperan di dalam sejarah bangsa Indonesia dan merupakan dua tonggak utama di dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia baik sebelum maupun setelah Indonesia merdeka. Kedua peristiwa besar itu adalah Sumpah Pemuda 1928 dan tersusunnya Undang-Undang Dasar 1945. Ketika batas-batas wilayah negara tidak lagi menjadi batas wilayah kebahasaan yang tegas, penguasaan bahasa asing dapat dipastikan menjadi sarana yang penting untuk memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kenyataan bahwa sebagai warga dunia global, bangsa Indonesia harus dapat terlibat dalam percaturan kehidupan global. Dalam konteks semacam itu, yang menjadi masalah bagi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, bahasa daerah, dan bahasa asing dalam posisi yang paling menguntungkan. Undang-Undang Kebahasaan merupakan pengaturan secara lebih rinci Pasal 32 dan 36, serta merupakan amanat pasal 36c Undang-Undang Dasar 1945. Mengingat kehadiran bahasa daerah dan bahasa asing di Indonesia berdampak terhadap pemakaian dan pengembangan bahasa Indonesia, undang-undang ini juga disusun untuk mengatur pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa lain yang hidup dan berkembang di Indonesia agar manfaat serta fungsi masing-masing bahasa dapat dimaksimalkan. Perlunya pengaturan masalah kebahasaan dalam bentuk undang-undang juga telah diamanatkan oleh masyarakat melalui Kongres Bahasa Indonesia. Sejak Kongres Bahasa Indonesia VIII, para pakar, praktisi, pengajar, mahasiswa, dan pengguna bahasa Indonesia mengamanatkan perlunya pengaturan masalah kebahasaan di Indonesia dalam bentuk undang-undang.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Jelas Pasal 2 Jelas Pasal 3 Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Huruf c. Jelas Huruf d. Jelas Huruf e. Jelas Huruf f. Jelas Huruf g. Jelas Huruf h. Jelas Huruf i. Jelas Huruf j. Jelas

Huruf k. Jelas Huruf l. Jelas Pasal 4 Ayat (2) Huruf a. Media massa lokal adalah media massa cetak. elektronik, atau media sejenis yang bersifat kedaerahan dan berlokasi di daerah tertentu. Huruf b. Sebagai pendukung bahasa Indonesia, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada komunikasi masyarakat yang belum mampu berbahasa Indonesia. Huruf c Jelas Pasal 5 Jelas Pasal 6 Jelas Pasal 7 Ayat (1) Huruf a. Jelas Huruf b. Yang dimaksud dengan pengembangan bahasan adalah pemodernan korpus bahasa Indonesia dan bahasa daerah melalui pemerkayaan kosakata. pemantapan dan pembakuan sistem bahasa secara umum. Pengembangan bahasa Indonesia juga dilakukan melalui pengupayaan penggunaan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi luas antarbangsa. Yang dimaksud dengan pembinaan bahasa adalah peningkatan mutu pengguna bahasa Indonesia dan bahasa daerah melalui penyelenggaraan pemelajaran bahasa di semua jenjang pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan bahasa, peningkatkan mutu pemakaian bahasa itu juga dimaksudkan untuk mempertinggi sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Ayat (2) Jelas

Pasal 8 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan bahasa daerah di wilayahnya adalah bahasa yang tumbuh dan berkembang di daerah yang bersangkutan dan bukan berasal dan wilayah lain. Contoh: pemerintah daerah Bali mengembangkan dan membina bahasa Bali. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a. Yang dimaksud dengan mengembangkan bahasa adalah memodernkan korpus bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa secara umum serta mengupayakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi antarbangsa. Huruf b. Yang dimaksud dengan membina masyarakat adalah meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui penyelenggaraan pemelajaran bahasa di semua jenjang pendidikan dan pemasyarakatan bahasa. Peningkatkan mutu pemakaian bahasa itu juga dimaksudkan untuk mempertinggi sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Ayat (2) Huruf a. Dukungan dapat berupa: a. sikap positif. b. bantuan sumber daya. Pasal 10 Huruf a. Yang dimaksud dengan daya ungkap adalah kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lugas dan sistematis. Huruf b. Jelas Huruf c. Pengertian berkewajiban memelihara bahasa daerah yang hampir punah antara lain mencakup upaya pengembangan bahasa daerah, pengajaran bahasa daerah dan pemeliharaan aksara daerah. Hampir punah ditandai dengan keadaan bahasa yang penuturnya makin lama makin berkurang atau tinggal sedikit. Huruf d. Jelas Huruf e.

Jelas Pasal 11 Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Huruf c. Jelas Huruf d. Jelas Huruf e. Jelas Huruf f. Bahasa dalam proses pendidikan meliputi bahasa pengantar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional pada semua jalur,jenjang, jenis, dan satuan pendidikan. Huruf g. Jelas Huruf h. Kompleks meliputi, antara lain, perkantoran, pertokoan, permukiman, dan perdagangan. Pasal 12 Dokumen resmi antara lain: a. peraturan perundang-undangan; b. surat keputusan; c. surat izin; d. surat berharga; e. surat keterangan; f. identitas diri; g. akta jual beli; h. surat perjanjian. Pasal 13 Jelas Pasal 14

Ayat (1) Yang dimaksud dengan bersifat nasional adalah corak kegiatan di mana pun yang dihadiri oleh wakil lebih dari satu daerah dan memiliki topik, tema. atau substansi yang berdampak nasional. Ayat (2) Yang dimaksud dengan bersifat kedaerahan adalah corak kegiatan di mana pun yang dihadiri oleh kelompok masyarakat tertentu dan memiliki topik, tema, atau substansi yang berdampak kedaerahan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan bersifat Internasional adalah corak kegiatan di mama pun yang dihadiri oleh wakil lebih dari satu negara dan memiliki topik, tema, atau substansi yang berdampak internasional. Pasal 15 Ayat (1) Lembaga pemerintah mencakup lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Lembaga nonpemerintah mencakup, antara lain, organisasi profesi organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat perusahaan nasional, dan perusahaan asing. Ayat (2) Jelas Pasal 16 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan keperluan tertentu adalah keperluan komunikasi yang membahas bidang tertentu, seperti pengajaran bahasa asing melalui media massa. Ayat (4) Yang dimaksud dengan produk multimedia lain adalah produk audio-visual yang menggunakan media elektronis yang berfungsi untuk mempublikasikan atau melakukan komunikasi jarak jauh. Produk multimedia lain yang disiarkan menggunakan bahasa asing yang disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen) dan jumlah mata acara berbahasa asing yang disiarkan, sisanya (70%) diberi teks dalam bahasa Indonesia. Pasal 17 Ayat (1) Contoh suara yang diperdengarkan di tempat umum yang merupakan layanan umum seperti mesin jawab otomatis telefon. Ayat (2) Jelas Ayat (3) Jelas Pasal 18 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Ayat (3) Jelas Ayat (4) Contoh satuan pendidikan tertentu adalah sekolah/madrasah bertaraf internasional dan sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing. Pasal 19 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan keperluan tertentu adalah kajian yang relevan dengan kebahasaan ataupun bidang kajian lain dengan segmen dan/atau sebaran. Ayat (3) Yang dimaksud dengan keperluan tertentu adalah kajian yang relevan dengan kebahasaan ataupun bidang kajian lain dengan segmen dan/atau sebaran internasional. Ayat (4) Jelas Pasal 20 Ayat (1) Penamaan kompleks termasuk untuk perkantoran, pertokoan, permukiman, dan perdagangan. Penamaan bangunan misalnya "Menara Mulia" bukan "Mulia Tower", penamaan perkantoran misalnya "Pusat Perkantoran" bukan "Office Center", penamaan permukiman misalnya "Perumahan Tepian Danau Bojong" bukan "Bojong Lake Side", penamaan perniagaan misalnya "Pusat Niaga/Perdagangan Internasional" bukan "Internasional Trade Centre (ITC)". Ayat (2) Jelas Ayat (3) Jelas Ayat (4) Jelas Ayat (5) Jelas Ayat (6) Jelas Ayat (7) Tempat atau bangunan yang berciri kedaerahan adalah tempat atau bangunan yang berfungsi menunjukkan jati diri masyarakat atau daerah. Ayat (8) Bahasa daerah dapat ditulis dalam aksara daerah yang bersangkutan. Pasal 21 Jelas Pasal 22 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Pasal 23 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Pasal 24 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Ayat (3) Jelas Pasal 25 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Pasal 26 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan lembaga pemerintah yang membidangi kebahasaan adalah lembaga milik pemerintah yang menentukan kebijakan kebahasaan di Indonesia. Ayat(3) Pejabat publik meliputi pejabat legislatif, pejabat eksekutif, dan pejabat yudikatif. Pejabat negara adalah orang yang secara sah dipilih atau diangkat/ditunjuk untuk suatu jabatan dan yang menjalankan fungsi pemerintahan. Ayat (4) Jelas Ayat (5) Jelas Pasal 27 Ayat (1) Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Huruf c. Jelas Huruf d. Revitalisasi meliputi, antara lain, ranah penggunaan bahasa daerah dalam upacara adat kelahiran, kematian, perkawinan, khitanan pembelajaran pada tingkat awal pendidikan, penceritaan dongeng, permainan daerah, pergelaran seni, dan pergaulan intradaerah dan/atau intrakelompok. Ayat (2) Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Ayat (3) Jelas Ayat (4) Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Huruf c. Jelas Huruf d. Jelas Pasal 28 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Pasal 29 Ayat (1) Pelestarian bahasa daerah termasuk pembelajaran antara daerah dan produk berbahasa daerah. Ayat(2) Huruf a. Jelas Huruf b. Jelas Huruf c. Jelas Huruf d. Jelas Pasal 30 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Jelas Ayat (3) Jelas Ayat (4) Jelas Ayat (5) Jelas Pasal 31 Ayat (1) Jelas Ayat (2) Huruf a Sanksi berupa teguran tertulis diberikan oleh lembaga pemerintah yang membidangi kebahasaan dengan tembusan kepada lembaga yang memberikan pelayanan kepada pihak pelanggar. Huruf b. Sanksi berupa penundaan atau penghentian layanan dilakukan oleh tembaga pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik sesuai kewenangannya. Sanksi berupa penundaan pelayanan bagi pelanggar perseorangan diberikan melalui lembaga pemberi pelayanan kepada pelanggar sesuai dengan kepentingannya, dengan mengikuti prosedur serupa sebagaimana dilakukan kepada pelanggar berupa lembaga. Penundaan layanan bagi pelanggar yang berbentuk badan dilakukan pada jangka waktu yang ditentukan oleh lembaga yang memberikan pelayanan kepada pelanggar sesuai dengan tingkat pelanggarannya. penundaan pemberian layanan ini dapat ditingkatkan menjadi pencabutan izin jika pelanggar mengabaikannya setelah diperingatkan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali. Huruf c. Pencabutan izin dilakukan setelah diberi teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dan tetap tidak diindahkan. Ayat (3) Jelas Ayat (4) Jelas Ayat (5) Jelas Pasal 32 Jelas

Pasal 33 Jelas Pasal 34 Jelas Pasal 35 Jelas Pasal 36 Jelas