Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Badan Hukum Pendidikan

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Badan Hukum Pendidikan

Sumber: RUU BHPPTN.djvu


DRAFT RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...


TENTANG


PERGURUAN TINGGI BADAN HUKUM MILIK NEGARA






YOGYAKARTA

19 JULI 2003


RAPAT KONSULTASI PT-BHMN DI

YOGYAKARTA
RUU PTBHMN 
1 
DRAFT RANCANGAN 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR ... TAHUN ... 
TENTANG 
PERGURUAN TINGGI BADAN HUKUM MILIK NEGARA 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 20 
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu disusun Undang- 
Undang Badan Hukum Milik Negara (BHMN) sebagai salah satu bentuk 
badan hukum pendidikan; 
b. bahwa sistem pendidikan tinggi nasional harus mampu menjamin 
kesempatan pendidikan yang adil, peningkatan mutu akademik serta 
meningkatkan efisiensi dan kemandirian manajemen pendidikan tinggi 
untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan 
kehidupan local, nsional dan global, sehingga perlu dilakukan 
pembaharuan pendidikan tinggi secara terencana, terarah, dan 
berkesinambungan. 
c. bahwa untuk memajukan satuan pendidikan dalam melaksanakan 
pembaharuan pendidikan tinggi perlu diatur ketentuan tentang Perguruan 
Tinggi Badan Hukum Milik Negara sebagai salah satu badan layanan 
umum milik negara. 
BAB I 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 
1. Peerguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara adalah badan hukum pendidikan 
sebagaimana dimaksud dalam Penjelesan Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 
2003 yang bertugas menyelenggarakan layanan Tridharma pendidikan tinggi, yang 
selanjutnya disebut PT-BHMN. 
2. Perguruan Tinggi Negeri adalah satuan pendidikan milik negara yang 
menyelenggarakan layanan pendidikan tinggi; 
3. Otonomi Pendidikan Tinggi adalah kewenangan Perguruan Tinggi Negeri untuk 
mengatur dan menyelenggarakan layanan Tridharma Pendidikan Tinggi serta tugas 
lainnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat kampus sesuai 
dengan peraturan perundang-undangan; 
RUU PTBHMN 
2 
4. Tridharma Pendidikan Tinggi adalah layanan pendidikan, penelitian dan pengabdian 
kepada masyarakat. 
5. Menteri Keuangan adalah menteri yang bertanggungjawab untuk mewakili 
pemerintah dalam subsidi pembiayaan pendidikan sesuai dengan ketentuan 
perundang-undangan yang berlaku. 
6. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab atas pendidikan. 
7. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 
8. Pemerintah daerah adalah pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, atau 
pemerintah kota. 
9. Statuta adalah anggaran dasar perguruan tinggi yang mengandung pokok-pokok 
aturan umum, aturan akademik dan aturan operasional organisasi. 
BAB II 
SIFAT DAN TUJUAN 
Pasal 2 
(1) Perguruan tinggi badan hukum milik negara merupakan badan layanan umum milik 
negara yang bersifat nirlaba dan kekayaannya tidak dipisahkan dari kekayaan 
negara. 
Alternatif: 
(1) Perguruan tinggi badan hukum milik negara merupakan badan hukum pendidikan 
milik negara yang bersifat nirlaba dan kekayaannya dipisahkan dari pembukuan 
kekayaan milik negara serta bukan subyek pajak. 
(2) Menteri melimpahkan Otonomi Perguruan Tinggi kepada PT-BHMN dalam 
menyelenggarakan layanan Tridharma pendidikan tinggi secara mandiri dan 
dengan menerapkan manajemen korporat. 
Pasal 3 
Tujuan PT-BHMN adalah: 
a. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang terdidik, terampil, 
dan bermartabat sesuai tujuan pendidikan tinggi nasional. 
b. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau 
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf 
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. 
c. mendukung pembangunan masyarakat yang demokratis dengan berperan sebagai 
kekuatan moral yang mandiri. 
d. mencapai keunggulan kompetitif melalui penerapan prinsip pengelolaan sumber 
daya sesuai dengan asas poengelolaan yang profesional. 
BAB III 
RUU PTBHMN 
3 
PENDIRIAN 
Pasal 4 
(1) Perguruan tinggi milik negara ditetapkan sebagai PT-BHMN dengan peraturan 
pemerintah setelah melalui suatu proses pengkajian yang mendalam atas usulan 
dan rencana pengembangan yang diajukan oleh Menteri. 
(2) Peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sekurang- 
kurangnya mememuat: 
a. Penetapan perguruan tinggi sebagai badan layanan umum yang berstatus 
badan hukum milik negara. 
b. Aggaran dasar; 
c. Penunjukan Menteri untuk melaksanakan pembinaan secara umum; 
(3) Prasyarat perguruan tinggi untuk ditetapkan sebagai PT-BHMN: 
a. Kemampuan untuk menyelenggarakan PT-BHMN yang berkualitas; 
b. Kemampuan untuk memenuhi standar minimum finansial; 
c. Kemampuan untuk mengelola perguruan tinggi dengan prinsip ekonomis 
dan akuntabel; 
(4) Tata cara dan persyaratan untuk mendirikan PT-BHMN sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan 
pemerintah. 
BAB IV 
ANGGARAN DASAR 
Pasal 5 
(1) Anggaran dasar PT-BHMN sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 
a. Nama dan tempat kedudukan PT-BHMN 
b. Nama dan tujuan serta lingkup kegiatan PT-BHMN 
c. Susunan dan tatacara serta pembentukan unsur-unsur dalam organisasi PT- 
BHMN 
d. Tata cara pengelolaan, penguasaan dan pengawasan PT-BHMN 
e. Tata cara penyelenggaraan berbagai rapat unsur-unsur PT-BHMN maupun 
rapat-rapat dengan institusi pembina PT-BHMN. 
(2) Perubahan pada ketentuan anggaran dasar sebagaimana disebut pada ayat (1) 
ditetapkan dengan peraturan pemerintah untuk perguruan tinggi dan peraturan 
daerah untuk PT-BHMN lainnya. 
BAB V 
HAK PENGELOLAAN ATAS KEKAYAAN NEGARA 
Pasal 7 
RUU PTBHMN 
4 
(1) Pemerintah menyerahkan hak pengelolaan atas kekayaan yang ada pada PT- 
BHMN untuk digunakan buat pelaksanaan layanan pendidikan tinggi. 
Alternatif: 
(1) Pemerintah menyerahkan kekayaan negara yang berada dalam kekuasaan PT- 
BHMN yang jumlahnya ditetapkan ats keepakatan Menteri, Menteri Keuangan 
dan MWA. 
(2) Penatausahan penyerahan hak pengelolaan kekayaan negara sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan atas permintaan 
Menteri. 
(3) Seluruh kekayaan negara yang diserahkan hak pengelolaannya harus 
dimanfaatkan sepenuhnya untuk penyelenggaraan layanan pendidikan tinggi. 
(4) Hasil pemanfaatan atas kekayaan yang diserahkan pengelolaannya dipergunakan 
untuk pelaksanan tugas PT-BHMN. 
Pasal 8 
Pengalihan hak milik dan penghapusan kekayaan negara yang diserahkan hak 
pengelolaannya kepada PT-BHMN dapat dilakukan atas izin tertulis dari Menteri 
Keuangan setelah mendapat persetujuan dari Menteri dan MWA. 
Pasal 9 
(1) Penerimaan PT-BHMN berasal dari subsidi dan bantuan Pemerintah dan 
pemerintah daerah, dana masyarakat, hibah dari dalam dan luar negeri, usaha 
yang sah, pinjaman dan sumber penerimaan lainnya yang sah. 
(2) Pemerintah memberikan bantuan dan subsidi untuk penyelenggaraan pendidikan 
kepada PT-BHMN sesuai dengan prestasi kerja yang ditetapkan Menteri. 
(3) Untuk pengembangan sarana dan prasarana pendidikan PT-BHMN boleh 
mendapatkan pinjaman dari pemerintah dan masyarakat. 
(4) Penerimaan PT-BHMN dari masyarakat dan kegiatan usaha sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) merupakan penerimaan yang dikelola secara mandiri dan 
dilaporkan penggunaannya kepada Pemerintah. 
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang Penerimaan dan Pengeluaran PT-BHMN 
ditetapkan dalam Statuta PT-BHMN sesuai dengan peraturan perundangan yang 
berlaku. 
Pasal 10 
(1) PT-BHMN dapat mendirikan satuan pendidikan lain yang kegiatannya sesuai 
dengan maksud dan tujuan PT-BHMN atas persetujuan MWA. 
(2) PT-BHMN dapat mendirikan unit usaha yang terkait dengan tugas dan fungsinya 
atas persetujuan MWA. 
RUU PTBHMN 
5 
BAB VI 
ORGANISASI 
Pasal 11 
(1) PT-BHMN terdiri atas Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik, 
Dewan Guru Besar, Pimpinan, Tenaga Kependidikan, Tenaga Administrasi, dan 
unsur penunjang. 
(2) Unsur pelaksana akademik terdiri dari fakultas, lembaga, pusat, pusat antar 
universitas dan bentuk lain yang dianggap perlu. 
(3) Unsur pelaksana administrasi terdiri dari direktorat, biro, kantor, bagian, dan 
bentuk lain yang dianggap perlu. 
(4) Unsur penunjang terdiri dari perpustakaan, laboratorium, bengkel, pusat layanan 
teknologi informasi dan komunikasi, kebun percobaan, dan bentuk lain yang 
dianggap perlu. 
(5) Organisasi yang dibutuhkan pada perguran tinggi ditetapkan dalam anggaran 
dasar masing-masing. 
BAB VII 
MAJELIS WALI AMANAT 
Pasal 12 
(1) Majelis Wali Amanat, selanjutnya disebut MWA, adalah lembaga kekuasaan 
tertinggi dan perumus kebijakan umum PT-BHMN. 
(2) MWA terdiri atas: 
a. Menteri 
b. Masyarakat Kampus termasuk Rektor 
c. Masyarakat Umum. 
(3) Diluar Menteri sebagai wakil Pemerintah, MWA terdiri atas jumlah anggota yang 
sama dari unsur masyarakat umum dan unsur masyarakat kampus. 
(4) Anggota MWA diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usulan dari Senat 
Akademik. 
(5) Rektor sebagai anggota MWA yang mewakili masyarakat kampus karena jabatan 
(ex-officio), tidak dapat dipiih sebagai Ketua dan tidak mempunyai hak suara. 
(6) Anggota MWA diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat 
kembali sesuai ketentuan Statuta Perguruan Tinggi. 
(7) MWA dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih oleh para anggota. 
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai MWA ditetapkan dalam Statuta PT-BHMN. 
Pasal 13 
MWA bertugas: 
a. menetapkan kebijakan umum manajemen dan keuangan PT-BHMN; 
b. mengangkat dan memnberhentikan Pimpinan; 
c. mengesahkan Rencana Strategis dan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan; 
RUU PTBHMN 
6 
d. melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan PT-BHMN; 
e. melakukan penilaian atas kinerja Pimpinan; 
f. mengesahkan dan menyampaikan Laporan Tahunan kepada Menteri; 
g. memberi masukan dan pendapat kepada Menteri tentang pengelolaan PT-BHMN. 
BAB VIII 
DEWAN AUDIT 
Pasal 14 
(1) Dewan Audit, selanjutnya disebut DA, adalah lembaga PT-BHMN yang secara 
independen bertugas melakukan evaluasi hasil edit internal dan eksternal atas 
penyelenggaraan PT-BHMN untuk dan atas nama MWA. 
(2) Jumlah, susunan, masa bakti dan tatacara penyelenggaraan rapat DA ditetapkan 
dalam Statuta PT-BHMN. 
(3) Anggota DA diangkat dan diberhentikan oleh MWA. 
Pasal 15 
DA bertugas: 
a. menetapkan kebijakan audit internal; 
b. mempelajari dan menilai hasil audit; 
c. membuat kesimpulan dan mengajukan saran dan pendapat kepada MWA. 
BAB IX 
SENAT AKADEMIK 
Pasal 16 
(1) Senat Akademik, selanjutnya disebut SA, adalah lembaga tinggi PT-BHMN 
dalam bidang akademik. 
(2) SA terdiri atas: 
a. Pimpinan; 
b. Wakil pimpinan unit pelaksana akademik; 
c. Wakil Guru Besar; 
d. Wakil dosen bukan Guru Besar; 
e. Kepala Perpustakaaan dan Kepala Pusat Layanan Teknologi Informasi dan 
Komunikasi; 
f. Unsur lain yang ditetapkan oleh SA. 
(3) Keanggotaan pada SA harus mempertimbangkan proporsi jumlah suara dalam 
pemungutan suara. 
(4) SA dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih oleh para anggota untuk masa 
jabatan 2 (dua) tahun dan dapat dipilih kembali. 
(5) Susunan, masa bakti, dan tatacara pemilihan anggota SA serta tatacara 
penyelenggaraan rapat SA ditetapkan dalam peraturan PT-BHMN. 
RUU PTBHMN 
7 
Pasal 17 
SA bertugas: 
a. menyusun kebijakan umum pengembangan akademik PT-BHMN; 
b. menyusun kebijakan penilaian prestasi akademik, kecakapan dan kepribadian 
masyarakat akademik; 
c. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan pendidikan tinggi; 
d. memberikan masukan kepada Menteri tentang kinerja MWA; 
e. memberikan masukan kepada MWA tetang kinerja Pimpinan dalam 
penyelenggaraan kebijakan akademik; 
f. merumuskan peraturan pelaksanaan kebijakan kebeasan akademik, kebebasan 
mimbar akademik dan otonomi keilmuan; 
g. memeberi masukan kepada Pimpinan dalam penyusunan Rencana Strategis dan 
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan; 
h. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan akademik dalam 
penyelenggaraan PT-BHMN; 
i. merumuskan kebijakan akademik lainnya sesuai dengan ketentuan Statuta PT- 
BHMN. 
BAB X 
DEWAN GURU BESAR 
Pasal 18 
(1) Dewan Guru Besar, selanjutnya disebut DGB, adalah lembaga PT-BHMN untuk 
mengawasi dan menegakkan kode etik dan standar moral di lingkungan 
masyarakat kampus. 
(2) DGB terdiri atas wakil-wakil Guru Besar Aktif, Guru Luar Biasa, dan Guru Besar 
Emeritus. 
(3) Anggota DGB diangkat dan diberhentikan oleh MWA untuk masa jabatan 2 (dua) 
tahun dan dapat diangkat kembali. 
(4) DGB dipimpin oleh Ketua yang dipilih oleh para anggota. 
Pasal 19 
DGB bertugas: 
a. Merumuskan kode etik dan standar moral profesi masyarakat kampus. 
b. Mengawasi, menyelidiki dan mengajukan rekomendasi kepada Pimpinan tentang 
tindakan administratif atas pelanggaran terhadap kode etik akademik dan standar 
moral masyarakat kampus; 
c. Memberikan pertimbangan kepada Pimpinan dalam pengangkatan Guru Besar; 
d. Melaksanakan tugas-tughas lainnya sesuai dengan ketentuan Statuta PT-BHMN. 
BAB XI 
PIMPINAN 
RUU PTBHMN 
8 
Pasal 20 
(1) Pimpinan PT-BHMN terdiri atas Rektor dibantu oleh beberapa wakil rektor. 
(2) Rektor diangkat dan diberhentikan oleh MWA melalui pemilihan suara. 
(3) Dalam pemilihan Rektor, Menteri mempunyai 35 persen dari jumlah suara yang 
sah dan setiap anggota MWA memiliki 1 suara, kecuali Rektor yang sedang 
menjabat yang tidak memiliki hak suara. 
(4) Calon Rektor diajukan oleh SA kepada MWA untuk ditetapkan melalui 
pemilihan. 
(5) Anggota Pimpinan diangkat oleh MWA atas usul Rektor setelah mendengar saran 
dan pendapat dri SA. 
(6) Rektor diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat 
kembali.untuk satu masa jabatan. 
(7) Ketentuan selanjutnya tentang Pimpinan ditetapkan dalam Statuta PT-BHMN. 
Pasal 21 
(1) Pimpinan bertugas: 
a. melaksanakan penyelenggaraan layanan pendidikan, penelitian dan 
pengabdian kepada masyakarat yang berkualitas, adil, efektif dan efisien; 
b. menyelenggarakan pengelolaan secara berdayaguna, transparan dan akuntabel 
terhadap semua kekayaan negara yang dilimpahkan haknya; 
c. melakukan pembinaan terhadap tenaga kependidikan, tenaga administrasi dan 
mahasiswa; 
d. membina habungan yang simetris dengan pemerintah, dunia usaha dan 
masyarakat pada umumnya; 
e. Menyelenggarakan sistem keuangan perguruan tinggi sesuai ketentuan 
peraturan perundangan yang berlaku; 
f. menyusun Rencana Strategis yang menguraikan Visi, Misi, Strategi, Tujuan 
dan Program Kerja untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. 
g. menyusun Rencana kerja dan Anggaran Tahunan PT-BHMN; 
h. menyampaikan laporan berkala kepada MWA tentang pengelolaan PT-BHMN 
serta kemajuan yang telah dicapai; 
i. bersama MWA menyusun dan menyampaikan Laporan Kerja Tahunan kepada 
Menteri. 
BAB XII 
PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN 
Pasal 22 
(1) PT-BHMN dilaksanakan dengan berpedoman pada rencana strategis berjangka 
waktu lima tahunan. 
(2) Rencana strategis perguruan tinggi disusun oleh pimpinan dengan melibatkan 
senat akademik dan disahkan oleh Majelis Wali Amanat. 
RUU PTBHMN 
9 
(3) Rencana strategis sekolah/madrasah/pesantren disusun oleh pimpinan dengan 
melibatkan guru dan disahkan oleh komite sekolah/madrasah/pesantren. 
(4) Rencana kerja dan anggaran tahunan dijabarkan dari rencana strategis dan 
disahkan oleh Majelis Wali Amanat untuk perguruan tinggi, dan oleh komite 
sekolah/madrasah/pesantren untuk sekolah/madrasah/pesantren. 
(5) Tatacara pengelolaan keuangan diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan 
perguruan tinggi, sekolah/madrasah/pesantren dengan memperhatikan efisiensi, 
otonomi, dan akuntabilitas. 
BAB XIII 
KEPEGAWAIAN 
Pasal 23 
(1) Pegawai PT-BHMN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap yang 
diangkat sebagai pendidik, tenaga kependidikan dan tenaga administrasi. 
(2) Pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya pegawai 
tidak tetap berdasarkan pejanjian kerja sesuai dengan perundangan yang berlaku. 
(3) Ketentuan tentang jenis, kualifikasi, tatacara pengangkatan dan penggajian 
pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan 
dalam peraturan PT sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 
BAB XIV 
AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN 
Pasal 24 
(1) Perguruan tinggi PT-BHMN milik negara menyampaikan laporan tahunan kepada 
Menteri. 
(2) Laporan tahunan sekurang-kurangnya mencakup laporan akademik dan laporan 
keuangan. 
Pasal 25 
(1) Pengawasan terhadap PT-BHMN dilakukan oleh menteri yang mendelegasikan 
wewenangnya kepada Majelis Wali Amanat. 
(2) Pengawasan internal atas pengelolaan perguruan tinggi yang mencakup kegiatan 
akademik dan pengelolaan keuangan dilakukan oleh satuan audit internal. 
BAB XV 
PENGGABUNGAN DAN PEMBUBARAN 
Pasal 26 
(1) Penggabungan Badan Hukum Pendidikan dapat dilakukan dengan 
menggabungkan satu atau lebih PT-BHMN. 
RUU PTBHMN 
10 
(2) Penggabungan PT-BHMN sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) dapat 
dilakukan dengan memperhatikan: 
a. ketidak mampuan PT-BHMN melaksanakan kegiatan penyelenggaraan 
pendidikan tanpa dukungan PT-BHMN lain; 
b. PT-BHMN yang menerima penggabungan bergerak dalam kegiatan 
pendidikan yang sama; 
c. PT-BHMN yang mengabungkan diri tidak pernah melakukan kegiatan 
yang bertentangan dengan anggran dasar (AD) dan ketentuan hukum 
lainnya. 
(3) Usul penggabungan PT-BHMN perguruan tinggi disampaikan oleh pimpinan 
dengan memperhatikan masukan dari Senat Akademik kepada MWA. 
BAB XVI 
KETENTUAN PIDANA 
Pasal 27 
(1) Pimpinan PT-BHMN yang melanggar ketentuan pasal 8 dan secara sengaja 
menyebabkan kerugian finansial bagi PT-BHMN diancam hukuman pidana 
penjara paling lama 5 tahun dan/atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 
100.000.000 (seratus juta rupiah). 
(2) Setiap pejabat PT-BHMN yang secara sengaja membocorkan rahasia jabatan yang 
dipegangnya diancam hukuman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 
dan/atau denda setinggi-tingginya 1 tahun. 
(3) Setiap warga masyarakat akademik PT-BHMN yang secara sengaja melakukan 
pelanggaran terhadap peraturan PT-BHMN secara sengaja diancam hukuman 
administratif setinggi-tingginya pemecatan dari jabatan. 
(4) Selain pidana penjara anggota organ PT-BHMN sebagaimana dimaksud dalam 
ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, 
barang, atau kekayaan PT-BHMN yang dialihkan atau dibagikan. 
BAB XVII 
KETENTUAN PERALIHAN 
Pasal 29 
1. Semua satuan pendidikan negeri yang ada wajib menyesuaikan dalam waktu paling 
lambat 5 tahun sejak mulai berlakunya undang-undang ini. 
2. Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang- 
undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya 
undang-undang ini. 
BAB XVII 
RUU PTBHMN 
11 
KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 30 
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
Pasal 31 
Agar semua orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini 
dengan penempatannya dalam Lembara Negara Republik Indonesia. 
Disahkan di Jakarta 
pada tanggal ... 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI 
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal ... 
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA 
BAMBANG KESOWO 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... 
NOMOR ... 
RUU PTBHMN 
12 
PENJELASAN 
ATAS 
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR ... TAHUN ... 
TENTANG 
PERGURUAN TINGGI BADAN HUKUM MILIK NEGARA 
I. 
UMUM 
Dalam merespon tuntuan reformasi di bidang pendidikan, Undang-undang Sistem 
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) disusun berdasarkan visi pendidikan nasional untuk 
mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk 
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang 
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman. Selanjutnya 
dalam Bab tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan bahwa pendidikan 
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran 
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Peran serta masyarakat 
tersebut mencakup peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan 
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat, yaitu 
pendidikan yang diselanggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Masyarakat berhak 
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program 
pendidikan, serta berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam 
penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib 
memerikan layanan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang 
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, termasuk penyediaan dana bagi 
pelaksanaan program wajib belajar. 
Penyelenggaraan pendidikan pada prinsipnya merupakan investasi sumber daya 
manusia yang mempunyai dua sisi kepentingan yang terkait satu sama lain yaitu sebagai 
investasi publik dan investasi peorangan. Sebagai investasi publik, pendidikan menjadi 
konsumsi social yang menjadi hak setiap warga negara untuk mendapatkannya sebagai 
pendidikan minimal bangsa dalam kerangka wajib belajar. Sebagai investasi individual, 
pendidikan menjadi modal individu yang digunakan dalam membangun kehidupan dan 
keluarganya. Baik sebagai invesatsi sosial maupun investasi perorangan, pendidikan 
menjadi asset bangsa, yang pada akhirnya dijadikan sebagai tolok ukur tingkat 
pembangunan manusia (human development index). Atas dasar prinsip investasi tersebut 
maka pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara peserta didik, 
RUU PTBHMN 
13 
masyarakat, dan pemerintah. Namun, dalam praktek telah terjadi kesenjangan 
kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan bermutu, di mana masyarakat yang 
kurang mampu secara ekonomi tidak mampu mebiayai pendidikan anggota keluarga 
untuk bersaing dengan peserta didik dari keluarga mampu. 
Sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial berarti bahwa kedudukan dan 
peran pendidikan yang dilenggarakan oleh masyarakat, pemerintah, dan pemerintah 
daerah merupakan satu kesatuan sistemik yang harus berfungsi secara sinergis dalam 
upaya mencedaskan kehidupan bangsa. Sebagai pranata sosial, pendidikan yang 
diselenggarakan oleh perorangan, kelompok masyarakat, organisasi sosial, pemerintah, 
dan pemerintah daerah harus ditata status hukum dan mekanisme kerjanya sehingga 
dapat dijamin hak peserta didik untuk mendapat pendidikan yang bermutu, tidak 
diskriminatif dan terjangkau biayanya. Dalam hal ini peran dan tanggung jawab 
pemerintah untuk membangun sistem pembiayaan pendidikan yang berkeadilan, dengan 
keberpihakan pada masyarakat kurang mampu. Sistem subsidi pemerintah dalam 
pendanaan pendidikan harus diubah dari bentuk anggaran terurai yang kaku menjadi 
bentuk hibah sehingga satuan pendidikan dapat menggunakannya secara luwes sesuai 
kebutuhan tanpa melalui tender dangan pihak ketiga. Untuk modal kerja dalam 
pengembangan sarana dan prasarana pendidikan pemerintah dan pemerintah daerah 
memfasiltiasi dan/atau menyediakan pinjaman lunak bagi satuan pendidikan sesuai 
program kerja yang dituangkan kedalam rencana strategis jangka menengah dan jangka 
panjang. Dana pinjaman tersebut disertai masa tenggang 5 hingga 8 tahun dan 
kembalikan oleh satuan pendidikan dalam jangka waktu 15 hingga 20 tahun sebagai dana 
pendidikan yang digunakan secara bergilir oleh lembaga pendidikan lainnya yang 
diselenggarakan pemerintah atau masyarakat. 
Status lembaga pendidikan dari penyedia jasa pendidikan kepada peserta didik 
harus diubah menjadi kegiatan produksi pendidikan secara korporatif yang dituangkan 
kedalam kurikulum pendidikan berbasis kompetensi dengan sistem pemagangan bekerja, 
atau pendidikan sistem ganda. Dengan sistem pendidikan secara korporasi, pendidikan 
diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang 
berlangsung sepanjang hayat, di mana pendidik dan peserta didik menghasilkan 
pendidikan atas dasar kemitraan. Sebagai lembaga pendidikan yang bebasis korporasi 
dan kemitraan diperlukan kebijakan pembiayaan pendidikan yang memungkinkan 
perguruan tinggi maupun sekolah, madrasah, dan pesantren menjadi badan hukum yang 
khusus menyelenggarakan pendidikan secara korporasi yang bersifat nirlaba. Di pihak 
lain masyarakat harus mendapat jaminan secara hukum untuk mendapat pelayanan 
pendidikan yang bermutu dan tidak diskriminatif dari lemaga pendidikan baik yang 
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu perlu ditetapkan 
undang-undang tentang badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksudkan oleh UU 
Sisdiknas. 
II. PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1 
RUU PTBHMN 
14 
Cukup jelas. 
Pasal 2 
Pendidikan berbasis korporasi adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan 
dengan sistem ganda, dimana peserta didik belajar sambil bekerja, dan 
pembiyaannya ditanggung bersama oleh pemerintah, masyarakat dunia usaha, dan 
peserta didik melalui program subsidi dan pinjaman lunak jangka panjang, 
magang, dan beasiswa. 
Pasal 3 
Cukup jelas. 
Pasal 4 
Dewan Pendidikan yang dimaksud sesuai Undang-undang Sisdiknas 2003. 
Pasal 5 
Cukup jelas. 
Pasal 6 
Cukup jelas. 
Pasal 7 
Cukup jelas. 
Pasal 8 
Cukup jelas. 
Pasal 9 
Cukup jelas. 
Pasal 10 
Komite Sekolah/madrasah adalah sebagaimana dimaksud dalam UU Sisdiknas. 
Pasal 11 
Perwakilan pemerintah dan pemerintah daerah masing-masing mempunyai hak 
suara 15 dan 20 persen dari keseluruhan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) 
pada perguruan tinggi BHPPTN ATAU BHMN milik pemerintah. 
Pimpinan mecakup Rektor, Pembantu Rektor, Dekan, Kepala Lembaga, Kepala 
Pusat, dan Kepala Biro yang memimpin dan menyelenggarakan pelayanan 
akademik dan administratif di perguruan tinggi. 
Pasal 12 
Komite pesantren adalah unsur organisasi di pesantren seperti komite sekolah/ 
madrasah sebagaimana dimaksud dalam UU Sisdiknas. 
RUU PTBHMN 
15 
Pasal 13 
Cukup jelas. 
Pasal 14 
Cukup jelas. 
Pasal 15 
Cukup jelas. 
Pasal 16 
Cukup jelas. 
Pasal 17 
Cukup jelas. 
Pasal 18 
Cukup jelas. 
Pasal 19 
Cukup jelas. 
Pasal 20 
Cukup jelas. 
Pasal 21 
Cukup jelas. 
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... 
NOMOR ...