Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1959

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1959  (1959) 

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 Tahun 1959 Tentang Larangan bagi Usaha Perdagangan Ketjil dan Etjeran jang Bersifat Asing Diluar Ibukota Daerah Swatantra Tingkat I dan II serta Karesidenan. Penerbitan Chusus. 81. Djakarta: Departemen Penerangan Republik Indonesia. 1959.

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 








PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

  1. bahwa dalam rangka melaksanakan Indonesianisasi usaha-usaha perdagangan pada umumnja dan sosialisasi aparatur distribusi pada chususnja, sesuai dengan program perkembangan usaha-usaha nasional dan dengan program Kabinet Kerdja dianggap perlu menetapkan peraturan tentang usaha-usaha perdagangan ketjil/etjeran bangsa asing;
  2. bahwa perlu diambil langkah-langkah jang konkrit kearah pelaksanaan politik, sebagaimana digariskan dalam Amanat Presiden pada hari peringatan ulang-tahun ke-XIV Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1959, mengenai dimobilisirnja modal dan tenaga jang bertjorak progressif dan jang akan diikutsertakan dilapangan pembangunan;

Mengingat:

  1. pasal 4 ajat (1) Undang-undang Dasar;
  2. Bedrijfsreglementerings-Ordonnantie 1934;
  3. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1957;
  4. Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan No. 2077/M/Perind.2430/M/Perdag. tanggal 3 September 1957;
  5. Undang-undang No. 79 tahun 1958;
  6. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 2933/M tanggal 14 Mei 1959;
  7. Pengumuman Pemerintah No. 1 tanggal 2 September 1959;

Mendengar: Musjawarah Kabinet Kerdja pada tanggal 3 Nopember 1959;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan:

Peraturan Presiden tentang larangan bagi usaha perdagangan ketjil dan etjeran jang bersifat asing diluar ibukota Daerah Swatantra tingkat I dan II serta Karesidenan.

 

B A B   I.
DEFINISI PERUSAHAAN PERDAGANGAN KETJIL/ETJERAN ASING. Pasal 1.

Jang dimaksud dengan "perusahaan perdagangan ketjil dan etjeran jang bersifat asing" dalam peraturan Presiden ini ialah perusahaan-perusahaan jang dikenakan larangan berdasar Surat Keputusan Menteri Perdagangan tanggal 14 Mei 1959 No. 2933/M, jaitu perusahaan-perusahaan jang:

  1. mentjari keuntungan dari pembelian dan pendjualan barang tanpa mengadakan perobahan teknis pada barang itu;
  2. melakukan perdagangan penjebaran, jaitu mendjadi penghubung terachir untuk menjampaikan barang-barang langsung kepada konsumen;
  3. melakukan perdagangan pengumpulan, jaitu membeli barang-barang dari produsen-produsen ketjil untuk diteruskan kepada alat-alat perantara selandjutnja;

jang:

  1. tidak dimiliki oleh warganegara Indonesia,
  2. berbadan hukum atau berbentuk hukum lain, jang seorang atau beberapa orang pemegang sahamnja atau pesertanja bukan warganegara Indonesia, dengan pengertian bahwa perusahaan-perusahaan jang memberi djasa dengan menerima pembajaran diketjualikan dari ketentuan tersebut diatas.

 

B A B   II.
LIKWIDASI PERUSAHAAN PERDAGANGAN KETJIL/ETJERAN ASING. Pasal 2.

Perusahaan-perusahaan perdagangan ketjil dan etjeran jang bersifat asing jang terkena larangan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan tanggal 14 Mei 1959 No. 2933/M sudah harus tutup selambat-lambatnja pada tanggal 1 Djanuari 1960, dengan tjatatan:

  1. bahwa terhitung mulai tanggal berlakunja Peraturan Presiden ini diambil langkah-langkah kearah likwidasi perusahaan-perusahaan termaksud;
  2. bahwa ketentuan tersebut tidak berarti bahwa orang-orang asing jang bersangkutan harus meninggalkan tempat tinggalnja, ketjuali kalau Penguasa Perang Daerah berhubung dengan keadaan keamanan menetapkannja.
Pasal 3.

Kepada perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal 2 diberi ganti kerugian, jang djumlahnja ditetapkan dengan mengingat kelaziman setempat oleh suatu panitia, jang dibentuk oleh Kepala Daerah tingkat II (Bupati) jang bersangkutan dan jang terdiri dari Assisten-Wedana jang bersangkutan sebagai ketua, BODM setempat dan orang-orang jang ditundjuk oleh Djawatan Perdagangan Dalam Negeri dari Departemen Perdagangan dan Djawatan Kooperasi dari Departemen Transmigrasi, Kooperasi dan Pembangunan Masjarakat Desa atau oleh instansi-instansi didaerah jang dikuasakan oleh kedua Djawatan tersebut sebagai anggota.

Pasal 4.

(1) Ganti kerugian termaksud pada pasal 3 diberikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut pada pasal 2 dalam bentuk:

  1. uang tunai;
    ataupun:
  2. pindjaman.

(2) Djumlah uang tunai dan pindjaman tersebut pada ajat (1) pasal ini ditetapkan dengan mengingat modal perusahaan tersebut pada pasal 2, baik jang berupa uang, maupun barang-dagangan, bangunan dan kekajaan lainnja, jang setjara sukarela dapat dipergunakan oleh organisasi jang ditundjuk untuk meneruskan usaha dagang ketjil dan etjeran setempat.

(3) Pindjaman termaksud pada ajat (1) dan (2) pasal ini diperkenankan untuk djangka waktu selambat-lambatnja satu tahun dan dengan bunga sebanjak-banjaknja 9% setahun, segala sesuatu menurut pedoman-pedoman jang diberikan oleh Djawatan Kooperasi.

 

B A B   III.
PEMINDAHAN HAK DAN TEMPAT PERUSAHAAN-PERUSAHAAN PERDAGANGAN KETJIL/ETJERAN ASING. Pasal 5.

Pemindahan hak perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal 2 kepada pengusaha-pengusaha nasional atau pemindahan tempat dagang ketjil dan etjeran oleh perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal 2 ketempat baru harus dilakukan dengan idjin Djawatan Perdagangan Dalam Negeri.

Pasal 6.

Jang diperkenankan menerima pemindahan hak dan jang ditundjuk mengisi tempat dagang ketjil dan etjeran jang terluang termaksud pada pasal 5 ialah pengusaha-pengusaha nasional jang menjusun organisasinja atas dasar kooperasi.

Pasal 7.

Usaha dibidang kooperasi guna menanmpung pekerdjaan-pekerdjaan termaksud pada pasal 6 dilakukan dengan djalan sebagai berikut:

  1. mempergunakan kooperasi jang telah ada;
  2. menjusun kooperasi baru dimana belum ada kooperasi;
  3. mengorganisir warung-warung/toko-toko jang telah ada menjadi kooperasi;
  4. mengadakan pilot project per-toko-an di ketjamatan, jang achirnja harus diselenggarakan oleh suatu organisasi kooperasi.
Pasal 8.

(1) Djikalau sesuatu tempat belum terdapat suatu kooperasi, maka, sambil menunggu terbentuknja organisasi tersebut, Assisten-Wedana dengan bantuan BODM membentuk suatu panitia, jang terdiri dari Kepala desa jang bersangkutan sebagai ketua dan dua atau beberapa orang penduduk desanja sebagai anggota-anggota, untuk menerima pemindahan hak dan/atau meneruskan usaha dagang ketjil dan etjeran termaksud pada pasal-pasal 5 dan 6.

(2) Segera sesudah terbentuk suatu kooperasi, maka panitia termaksud pada ajat (1) pasal ini menjerahkan pekerdjaanja kepada organisasi tersebut, sedang panitia sendiri kemudian dibubarkan oleh Assisten Wedana jang bersangkutan.

Pasal 9.

(1) Tenaga-tenaga dari perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal 2 jang telah ditutup sedapat-dapatnja diturut-sertakan setjata sukarela sebagai pegawai dalam organisasi-organisasi setempat termaksud pada pasal-pasal 6, 7 dan 8.

(2) Penampungan tenaga-tenaga termaksud pada ajat (1) pasal ini dilaksanakan setjara bidjaksana dengan memperhatikan segi-segi peri-kemanusiaan.

(3) Dalam melaksanakan usaha tersebut pada ajat-ajat jang terdahulu pasal ini harus dihindarkan perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan jang dapat mengeruhkan suasana didaerah-daerah jang bersangkutan.

Pasal 10.

Pedagang-pedagang besar dan pedagang-pedagang perantara diwadjibkan setjara berangsur-angsur sebelum tanggal 1 Djanuari 1960 menghentikan penjaluran barang-barang kepada perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal 2 dan memindahkannja kepada pengusaha-pengusaha nasional setempat termaksud pada pasal-pasal 6, 7 dan 8.

 

B A B   IV.
KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN. Pasal 11.

(1) Menteri Muda Perdagangan dimana perlu bersama-sama dengan Menteri Muda Transmigrasi/Kooperasi/Pembangunan Masjarakat Desa mengatur lebih landjut pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden ini, dan berhak mengadakan peraturan-peraturan chusus untuk daerah-daerah jang dipandang perlu.

(2) Instansi Penerangan Pemerintah memberikan penerangan seluas-luasnja guna menjadarkan Rakjat akan kepentingan melakukan usaha dagang ketjil dan etjeran setempat dengan berkooperasi.

 

B A B   V.
KETENTUAN PENUTUP. Pasal 12.

Peraturan Presiden ini dinamakan "PERATURAN PEDAGANG KETJIL DAN ETJERAN" atau dengan singkat "P.P.K.E.", jang mulai berlaku pada hari ditetapkannja dan mempunjai daja-surut sampai tanggal 10 Djuli 1959.

Agar supaja setiap orang mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam Lebaran-Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal 16-11-1959.
Presiden Republik Indonesia,
SOEKARNO.

 

Diundangkan di Djakarta
pada tanggal 16-11-1959.
Menteri Muda Kehakiman,
SAHARDJO.